Kuliah umum yang diadakan pada hari Selasa, 11 Maret 2013, pukul 09.00-12.00
WIB di Gedung Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Narasumbernya
adalah sang filosof atau begawan kepustakawanan sekaligus penulis buku
Perpustakaan Untuk Rakyat yaitu Bapak Blasius Sudarsono, M.LIS dan murid (yang
dianggap anak) Mba Ratih Rahmawati seorang mahasiswi Jurusan Ilmu Perpustakaan
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dan Ibu Afia Rosdiana, M.Pd selaku
Pustakawan di Perpustakaan Kota Yogyakarta, didampingi Bp. Anis Masruri, S.Ag.,
SIP., M.Si yang tidak kalah keren selaku dosen JIP UIN (Jurusan Ilmu Perpustakaan)
sebagai moderator.
Keseluruhan jalannya acara dari awal hingga akhir, berjalan lancar dan
sukses. Walaupun hujan lebat sempat mengguyur kota Yogyakarta kala itu, tak
memadamkan semangat dan antusias teman-teman khususnya JIP untuk datang.
Terbukti dengan padatnya Gedung Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Bahkan, sampai banyak para audience yang duduk lesehan karena tidak
kebagian kursi (TERMASUK SAYA)..hehe, next
Pada kuliah umum kemarin, Dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Ibu Dr. Hj. Siti Maryam, M.Ag dalam
sambutannya mengatakan mengenai keberadaan perpustakaan yang telah ada sejak dulu.
Dalam Alquran pun telah disebutkan pada surat Al-Alaq yang berawalan dengan
kata iqra’ artinya “bacalah”. Membaca
itu memang telah diperintahkan oleh Allah sejak dulu untuk meningkatkan
kecerdasan dan pengetahuan seseorang. Dalam hal in, perpustakaan
berperan sangat penting dalam penyediaan dan pengolahan bahan pustaka agar
dapat di temu kembali oleh pemustaka. Tetapi perlu diketahui bahwa membaca
tidak harus dalam bentuk cetak seperti buku saja. Oleh karena itu di sinilah
peran pustakawan dalam menyediakan berbagai bentuk informasi baik tercetak
maupun non cetak sesuai dengan perkembangan zaman. Maka dari itu, pustakawan
harus mempunyai soft skill yang baik.
Masuk
pada acara inti, saya akan sedikit menulis mengenai apa yang saya terima pada
acara tersebut. Yaa, direct... materi
pertama disampaikan oleh Ibu Afia Rosdiana M.Pd beliau membedah atau mengemukakan
sebagian besar yang ada di buku Perpustakaan Untuk Rakyat. Emmm.. Ibu Afi
bilang buku ini dapat menjadi buku bacaan yang enak karena dikemas seperti
novel, dapat menginspirasi para pustakawan dan mampu menimbulkan jiwa atau ruh pustakawan
karena pustakawan tidak hanya di pandang sebagaimana yang tertera dalam SK
Menpan saja yaitu tenaga ahli, tenaga teknis dalam pengolahan bahan pustaka
saja seperti klasifikasi, inventarisasi, selving, katalogisasi dan lainnya.
Akan tetapi pustakawan harus mengetahui tentang dunia perpustakaan, bagaimana ruang lingkup perpustakaan, bagaimana manjemennya, masyarakat penggunanya sehingga pustakawan
tidak lagi hanya cerdik dalam bidang teknis saja. Beliau juga menjelaskan secuil
mengenai perbedaan antara Perpustakaan
Masyarakat with Taman Baca
Masyarakat. Sebenarnya perbedaanya, kalau Perpustakaan Masyarakat mendapat
bantuan dari BPAD (Badan Pemerintah dan Arsip Daerah) sedangkan Taman Baca
Masyarakat mendapatkan bantuan dari DEPDIKNAS.
Tetapi pada dasarnya
Perpustakaan Masyarakat dan Taman Baca Masyarakat memiliki ruh yang sama yaitu mengembangkan literasi informasi. Ibu
Afia Rosdiana juga menyampaikan bahwa di jogja ada 234 TBM, mengalami kenaikan
30%, tetapi kebanyakan taman baca tersebut dalam keadaan koma, antara hidup dan
mati. Jadi, masih banyak taman baca masyarakat yang kurang diminati masyarakat,
karena beberapa faktor seperti kurang menariknya TBM, kejenuhan bahan
bacaan, layanan, desain, masyarakat memiliki kegiatan sendiri. Oleh karena itu,
buku “Perpustakaan Untuk Rakyat” merupakan salah satu buku bagus yang
inspiratif untuk pustakawan maupun tenaga pengelola. Buku ini memberikan
nuansa yang lain tentang apa itu perpustakaan secara luas bukan terbatas padah
hal teknis perpustakaan saja.
Pada bab pertama berbicara tentang pengembangan
masyarakat. Pada bab kedua terdapat dialog, perbincangan antara
bapak (Bapak Blasius Sudarsono M.LIS) dan anak (Ratih Rahmawati) tentang perpustakaan dan kepustakawanan.
Bagaimana mengubah paradigma masyarakat tentang perpustakaan bahwa perpustakaan
tempat yang mengerikan seperti anekdot “Gus Dur tentang banteng dan tempat
buangan”. Jadi, di sinilah pustakawan harus action, harus berfikir aktif tidak hanya mengacu dan
belajar dalam hal teknis saja, tapi harus mampu mengetahui, membina, mengelola
dan mengembangkan masyarakat sehingga dapat mengubah paradigma lama masyarakat
tentang perpustakaan.
Pemateri
selanjuttnya, Mba Ratih Rahmawati. Mba yang cantik ini tidak mengungkapkan
banyak hal mengenai buku “Perpustakaan Untuk Rakyat”. Mba Ratih hanya menanggapi
teguran Ibu Afi terhadap artikel yang ditulisnya mengenai perpustakaan yang ada
di Jogja dan Sleman hanya urusan kebijakan. Selebihnya Mba Ratih justru
menantang para peserta yang datang untuk aktif pada sesi tanya jawab nanti
karena disitulah mba Ratih akan bercerita.
Pemateri terakhir, Bapak
Blasius Sudarsono mengungkapkan bahwa “pustakawan itu jarang
menulis, karena menulis itu tidak mudah menulis membutuhkan
pemahaman, dan refleksi yang mendalam, dan tuntutan jiwa. Oleh karena itu diharapkan
pustakawan mampu melahirkan seorang pustakawan muda yang baru yang mampu lebih
baik”.
Finally library is
librarian. Perpustakaan adalah Pustakawan, kepustakawanan itu harus
mempunyai jiwa (ruh) pustakawan, mengacu pada tujuan UUD 1945 yaitu kesejahteraan
umum dan kecerdasan hidup bangsa. Berbicara mengenai pustakawan, ada empat
pilar pustakawan yaitu : Pustakawan harus
menjadi panggilan hidup, Pustakawan adalah
spirit of life, Pustakawanan adalah
karya pelayanan, Dilaksanakan dengan
penuh profesional, kemauan dan kemampuan selalu beriringan. Diibaratkan seperti
satu koin dari mata uang, seseorang yang memiliki kemampuan tetapi tidak memiliki
kemauan maka tidak akan pernah jalan dalam melakukan sesuatu,
sedangkan orang yang tidak mampu tapi mau akan dapat melakukannya. Jadi kunci
utama adalah kemauan.
Kepustakawanan lebih
dekat dengan kemampuan, memahami yang mau dari pada yang mampu. Ada empat
sila kemampuan pustakawan yaitu :
- Pustakwaan harus diajak mampu berfikir kritis, baik dalam pengembangan informasi, pengembangan teknologi dan kritis terhadap masyarakat pengguna.
- Membaca, membaca sangat penting bagi pustakawan untuk mengetahui informasi-informasi, untuk menambah pengetahuan. Membaca dalam hal ini diartikan membaca dunia. Jadi seorang pustakawan tidak hanya mengetahui tentang pengetahuan lokal saja, tetapi mengetahui perkembangan dunia.
- Menulis, menulis adalah berbagi mengenai ide, gagasaan atau pemikiran sehingga dengan tulisan tersebut pengetahuan dan kreatifitas seseorang dapat ditularkan kepada masyarakat lain.
- Kemampuan entrepreneur untuk dihargai. Perpustakaan adalah akumulasi dari recorder culture atau knowledge (pengembangan kebudayaan).
- Etika. Pustakwan yang baik seharusnya memiliki etika yang baik pula, baik dalam berkomunikasi maupun dalam melayani user. Perlu juga pustakawan diajarkan tentang etika.
Pustakawan=Budaya, pusatnya pada manusia. Pustakawan
ekuivalen dengan budaya karena pustakawan itu pusatnya manusia the find to solution dan Pustakawan harus mempunyai kemampuan
dan kemauan. Interaksi antara kemauan dan kemampuan akan menghasilkan Bright,
Right, dan Rich yang artinya cerdas, benar dan kaya. Artinya berfikir itu harus
cerdas dan benar sehingga menghasilkan sesuatu yang besar dan bermanfaat.
Demikian
kisah dari kuliah umum with topic “Perpustakaan Untuk Rakyat”
versi Ayu Yuli Wijayanti / 11140044 / B / IDKS. Sepertinya tulisan ini
terlalu panjang dan bertele-tele. but Thank you very much for your
attention.
makasih atas infonya :)
BalasHapussama-sama, terima kasih atas kunjungannya :)
BalasHapus