Tugasku adalah
membuat perbandingan atau ulasan mengenai open access, copyright and common
creative writitng. Kurang etis jika kita langsung masuk kepada pembahasan,
alangkah lebih baik jika kita berkenalan dulu dengan ketiga istilah tersebut.
Yah, langsung saja ya kawand untuk pengertian-pengertiannya. Pertama, mulai
dari pengertian open access. Pengertian open access secara sederhana adalah “
akses bebas”. Menurut Tedd dan Large dari buku The Key Word (2011:267) yang
saya kutip dari tulisan M. Solihin Arianto, open access dikategorikan sebagai
salah satu jenis informasi digital teks utuh (full text) yang dapat diperoleh
secara cuma-cuma melalui internet. Kedua, pengertian copyright, menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta pada
pasal I, copyright adalah hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
atau memberikan izin dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, pengertian common creative
writting adalah tata cara untuk mengutip karya orang lain dengan baik sesuai
aturan yang telah ditentukan agar hak intelektual dan hak moral seseorang dapat
dipertahankan selain itu untuk menghargai hasil karya seseorang tersebut.
Secara sederhananya, common creative writting adalah aturan cara mengutip karya
seseorang sebagai bentuk penghargaan kepada penulis atau pembuat tulisan.
Selanjutnya,
mari kita masuk kepada pembahasan dari ketiga istilah yang telah diuraikan di
atas. Dalam realitanya, di lapangan setiap orang selalu membutuhkan informasi
dan mereka pun menginginkan yang instan, terpercaya, ter-update dan terlebih
gratis. Bahkan, termasuk saya. Dengan adanya sistem open access ini sangat
membantu kami dalam mendapatkan informasi, entah untuk bahan pembuatan makalah,
artikel, esai ataupun skripsi, dan sejenisnya. Namun, ada sebagian atau hampir
semua orang yang menggunakan informasi untuk kepentingan personal atau
kelompok, lupa untuk mencantumkan sumber informasi yang didapatkannya. Jika
diibaratkan, seperti peribahasa, “kacang lupa akan kulitnya”, ya begitulah
setelah apa yang diinginkan terjadi, dia seakan-akan lupa bahkan tidak peduli
dan tidak mau menghargai. Walaupun hanya berucap terima kasih dengan cara
menyebutkan sumbernya.
Copyright ada
itu untuk mendapatkan hak sebagai pengarang. Pengarang ingin mendapatkan
pengakuan bahwa ia adalah pencipta karyanya dan hak mengeksploitasi karya
tersebut karena di dalam hak ini terkandung pemikiran tentang hak-hak moral.
Namun, sebenarnya tidak terlalu ada masalah dalam persoalan hak cipta dari sisi
pertimbangan moral untuk menghargai pengarang. Persoalan yang menjadi lebih
perlu dicarikan solusinya adalah persoalan hak untuk mengeksploitasi atau
memanfaatkan sebuah karya. Isu ini segera berkaitan dengan isu kepemilikan
serta penggunaan atau penggunaan kembali (reuse) sebuah karya. Selama ini,
dalam tradisi penerbitan jurnal ilmiah, misalnya hak ekpsloitasi
dipindah-tangankan dari pengarang ke penerbit. Oleh karena itu, pihak lain
selain penerbit tidak boleh menggandakan atau menyebarkan sebuah artikel di
jurnal. Hak untuk mengeksploitasi ciptaan seseorang itu sendiri mengandung sekumpulan
hak pendukung. Di dalam dunia akademik, sebenarnya hak eksploitasi untuk karya
yang dibuat berdasarkan hasil penelitian ilmiah agak terbatas. Seorang penulis
ilmiah hanya punya dua pilihan, yaitu hak eksploitasi itu diberikan kepada
pihak lain untuk digunakan asalkan demi kepentingan pendidikan, atau diberikan
kepada penerbit untuk dimanfaatkan secara komersial. Nah, pilihan kedua tentang
hak eksploitasi inilah yang sebenarnya menimbulkan persoalan ketika fenomena
open access mulai menyebar ke berbagai institusi. Tentu saja para penerbit
melihat hak menggandakan dan menyebarkan artikel ilmiah seharusnya tetap pada
mereka.
Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia pasal
15 Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta disebutkan mengenai ketentuan mengutip
yaitu “Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila pengambilan berita
aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran,
atau surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus
disebutkan secara lengkap”.
Menurutku
sendiri ketiga istilah ini (open access, copyright and common creative
writting) itu saling berkaitan, berhubungan, tidak dapat dipisahkan. Dengan
adanya open access tentunya lebih mudah dalam mendapatkan informasi, tetapi
sebenarnya juga masih ada informasi-informasi yang belum dapat dijangkau baik
oleh institusi ataupun personal karena berkaitan dengan hak cipta atau
copyright. Maka dari itu solusinya adalah common creative writting.
Dengan
demikian, sebenarnya common creative writting itu bisa dijadikan sebagai titik
temu dari istilah copyright dan open access. Jadi, dalam mengutip kita harus
menggunakan etika. Etika sebagai bentuk penghargaan kepada orang yang
menciptakan karya yang telah digunakan sebagai bahan referensi atau rujukan
dalam pengerjaan tugas kita. Hal itu bisa dilakukan dengan menyertakan sumber
dari karya yang kita kutip. Terlebih bagi kita (mahasiswa) seharusnya lebih
bisa menghargai karya seseorang.
Sumber:
Undang-Undang Republik Indonesia No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Zain, Labibah. 2011. The Key Word: Perpustakaan di Mata Masyarakat.
Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Perpustakaan Kota Yogyakarta,
Blogfam.com.