Selamat Datang Di Blog Ayu

Pages - Menu

Selamat Membaca

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

foto Ayu di Hatta Corner Perpustakaan UGM

Nunggu temen take film Pasca Cetak.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Time to Pameran IDKS kali pertama slide 5 title

Ibu dosen kita di Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Adab dan Ilmu Budaya

Minggu, 02 Juni 2013

Triangular Relationship of Open Access, Copyright and Common Creative Writting



Tugasku adalah membuat perbandingan atau ulasan mengenai open access, copyright and common creative writitng. Kurang etis jika kita langsung masuk kepada pembahasan, alangkah lebih baik jika kita berkenalan dulu dengan ketiga istilah tersebut. Yah, langsung saja ya kawand untuk pengertian-pengertiannya. Pertama, mulai dari pengertian open access. Pengertian open access secara sederhana adalah “ akses bebas”. Menurut Tedd dan Large dari buku The Key Word (2011:267) yang saya kutip dari tulisan M. Solihin Arianto, open access dikategorikan sebagai salah satu jenis informasi digital teks utuh (full text) yang dapat diperoleh secara cuma-cuma melalui internet. Kedua, pengertian copyright, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta pada pasal I,  copyright adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, pengertian common creative writting adalah tata cara untuk mengutip karya orang lain dengan baik sesuai aturan yang telah ditentukan agar hak intelektual dan hak moral seseorang dapat dipertahankan selain itu untuk menghargai hasil karya seseorang tersebut. Secara sederhananya, common creative writting adalah aturan cara mengutip karya seseorang sebagai bentuk penghargaan kepada penulis atau pembuat tulisan.
Selanjutnya, mari kita masuk kepada pembahasan dari ketiga istilah yang telah diuraikan di atas. Dalam realitanya, di lapangan setiap orang selalu membutuhkan informasi dan mereka pun menginginkan yang instan, terpercaya, ter-update dan terlebih gratis. Bahkan, termasuk saya. Dengan adanya sistem open access ini sangat membantu kami dalam mendapatkan informasi, entah untuk bahan pembuatan makalah, artikel, esai ataupun skripsi, dan sejenisnya. Namun, ada sebagian atau hampir semua orang yang menggunakan informasi untuk kepentingan personal atau kelompok, lupa untuk mencantumkan sumber informasi yang didapatkannya. Jika diibaratkan, seperti peribahasa, “kacang lupa akan kulitnya”, ya begitulah setelah apa yang diinginkan terjadi, dia seakan-akan lupa bahkan tidak peduli dan tidak mau menghargai. Walaupun hanya berucap terima kasih dengan cara menyebutkan sumbernya.
Copyright ada itu untuk mendapatkan hak sebagai pengarang. Pengarang ingin mendapatkan pengakuan bahwa ia adalah pencipta karyanya dan hak mengeksploitasi karya tersebut karena di dalam hak ini terkandung pemikiran tentang hak-hak moral. Namun, sebenarnya tidak terlalu ada masalah dalam persoalan hak cipta dari sisi pertimbangan moral untuk menghargai pengarang. Persoalan yang menjadi lebih perlu dicarikan solusinya adalah persoalan hak untuk mengeksploitasi atau memanfaatkan sebuah karya. Isu ini segera berkaitan dengan isu kepemilikan serta penggunaan atau penggunaan kembali (reuse) sebuah karya. Selama ini, dalam tradisi penerbitan jurnal ilmiah, misalnya hak ekpsloitasi dipindah-tangankan dari pengarang ke penerbit. Oleh karena itu, pihak lain selain penerbit tidak boleh menggandakan atau menyebarkan sebuah artikel di jurnal. Hak untuk mengeksploitasi ciptaan seseorang itu sendiri mengandung sekumpulan hak pendukung. Di dalam dunia akademik, sebenarnya hak eksploitasi untuk karya yang dibuat berdasarkan hasil penelitian ilmiah agak terbatas. Seorang penulis ilmiah hanya punya dua pilihan, yaitu hak eksploitasi itu diberikan kepada pihak lain untuk digunakan asalkan demi kepentingan pendidikan, atau diberikan kepada penerbit untuk dimanfaatkan secara komersial. Nah, pilihan kedua tentang hak eksploitasi inilah yang sebenarnya menimbulkan persoalan ketika fenomena open access mulai menyebar ke berbagai institusi. Tentu saja para penerbit melihat hak menggandakan dan menyebarkan artikel ilmiah seharusnya tetap pada mereka.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia  pasal 15 Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta disebutkan mengenai ketentuan mengutip yaitu “Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, atau surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap”.
Menurutku sendiri ketiga istilah ini (open access, copyright and common creative writting) itu saling berkaitan, berhubungan, tidak dapat dipisahkan. Dengan adanya open access tentunya lebih mudah dalam mendapatkan informasi, tetapi sebenarnya juga masih ada informasi-informasi yang belum dapat dijangkau baik oleh institusi ataupun personal karena berkaitan dengan hak cipta atau copyright. Maka dari itu solusinya adalah common creative writting.
Dengan demikian, sebenarnya common creative writting itu bisa dijadikan sebagai titik temu dari istilah copyright dan open access. Jadi, dalam mengutip kita harus menggunakan etika. Etika sebagai bentuk penghargaan kepada orang yang menciptakan karya yang telah digunakan sebagai bahan referensi atau rujukan dalam pengerjaan tugas kita. Hal itu bisa dilakukan dengan menyertakan sumber dari karya yang kita kutip. Terlebih bagi kita (mahasiswa) seharusnya lebih bisa menghargai karya seseorang.
 
Sumber:     
Undang-Undang Republik Indonesia No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Zain, Labibah. 2011. The Key Word: Perpustakaan di Mata Masyarakat. Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Perpustakaan Kota Yogyakarta, Blogfam.com.


Minggu, 26 Mei 2013

Kolaborasi Perpustakaan dan Internet


Perkawinan antara Perpustakaan dan Internet
Oleh Ayu Yuli Wijayanti*

Teknologi dan Informasi menjadi perkawinan yang sangat indah di era ini. Perkawinan ini menghasilkan beberapa keilmuan bagi kehidupan manusia. Mayoritas manusia yang selalu haus akan informasi sangat menikmati perkawinan ini. Segala kebutuhan akan terlayani dengan cepat dengan adanya teknologi. Sedangkan dengan informasi, manusia akan mendapatkan hal baru yang belum diketahui sebelumnya. Maka dengan Teknologi Informasi (TI) manusia akan mendapatkan hal baru dengan cepat.
Di era serba teknologi ini, arus kehidupan bergerak dengan cepat. Kebutuhan masyarakat akan informasi sangat besar, maka penyedia informasi seperti perpustakaan bersaing merebut perhatian masyarakat untuk menggunakan jasanya. Penerapan TI di perpustakaan merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Perpustakaan yang kaya akan informasi perlu secara kontinuitas menggunakan jasa teknologi untuk memanjakan masyarakat pengguna perpustakaan. Kalau tidak, pengguna akan terbuai dengan informasi yang disediakan oleh internet dan lambat-laun akan meninggalkan perpustakaan.
Sudah menjadi rahasia umum, internet masih menjadi pilihan utama masyarakat ketika membutuhkan informasi secara cepat. Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1969 internet sudah mengalami kemajuan pesat sampai saat ini. Dahulu hanya orang-orang tertentu yang bisa memanfaatkan internet. Namun saat ini mulai dari anak-anak sampai orang tuapun bisa dengan mudah menggunakan internet. Apalagi sekarang banyak ponsel yang memberikan fasilitas untuk bisa asuk dunia maya (internet). Bahkan, sering kita temui saat ini para pelajar atau mahasiswa begitu mendapatkan tugas akan langsung berkata “ayo cari di internet saja”. Hal itu, sangat membuktikan bahwa banyak orang begitu dekat dengan internet. Karena di internet pun disediakan informasi dari berbagai genre keilmuan dan semua itu disuguhkan dengan cepat. Di sinilah titik lemah perpustakaan yang perlu dicermati oleh pustakawan dan perlu mencari dan menguak secara dalam kelebihan perpustakaan.
Pustakawan Super
Perpustakaan perlu bersahabat dengan teknologi, atau dengan internet sekalipun apabila dibutuhkan untuk perkembangan perpustakaan di masa depan. Kecanggihan teknologi masa kini akan mampu menjadi kekuatan perpustakaan untuk menyediakan informasi secara cepat dan akurat bagi penggunanya. Tapi dibalik kecanggihan teknologi tersebut dibutuhkan kelihaian pustakawan untuk mengoperasikan teknologi tersebut perpustakaan. Teknologi akan membantu perpustakaan bergerak lebih cepat bila pustakawan bisa mengendalikannya. Sebaliknya, teknologi tetap tidak akan berguna bila sumber daya manusia (SDM) yang ada di perpustakaan tidak mumpuni. Di sinilah salah satu beban di pundak pustakawan masa kini.
Teknologi memang diperlukan oleh perpustakaan. Namun, perpustakaan juga patut diunggulkan, karena perpustakaan sendiri memiliki kelebihan. Misal keunggulan perpustakaan, pertama, memiliki informasi yang utuh dan original dari penulisnya. Informasi tersebut bisa dipertanggungjawabkan oleh penulisnya sendiri. Sedangkan di internet, mayoritas informasi hanya berupa potongan-potongan yang masih perlu dipertanyakan ulang keasliannya, dan tentu sebagian dari kita pernah mendengar istilah hoax di internet untuk menunjukkan kalau informasi tersebut merupakan palsu.
Keunggulan kedua, perpustakaan mempunyai informasi tertulis di atas kertas yang lebih meminimalisir kelelahan mata ketika membaca dibandingkan dengan membaca informasi langsung dari layar komputer, di mana internet bisa diakses. Seperti yang telah kita ketahui, berada terlalu lama di depan layar komputer atau sejenisnya akan merusak retina mata kita. Hal ini juga bisa dijadikan kampanye oleh pustakawan untuk memasarkan perpustakaan ke masyarakat. Sedangkan keunggulan ketiga ialah terkait dengan dinamisasi informasi yang ada di perpustakaan. Pustakawan bisa mengadakan semacam bedah buku dari berbagai buku yang tersedia di perpustakaan, sehingga informasi yang ada di buku tersebut bisa didiskusikan yang berpotensi melahirkan informasi baru. Inilah yang dinamakan dinamisasi informasi yang tidak didapatkan di internet.
Dengan adanya keunggulan dari perpustakaan itu sendiri. Perpustakaan dan internet saya rasa bisa melakukan perkawinan. Ibarat mata uang, perpustakaan dan internet adalah dua sisi yang berseberangan. Namun, saling melengkapi. Maka dibutuhkan pustakawan super yang mampu berpikir kreatif, imajinatif dan dinamis untuk menciptakaan perpustakaan harapan masyarakat. Perpustakaan yang menyediakan informasi secara cepat, akurat, dan original.
Perpustakaan Harapan
Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007, Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Dari definisi ini perpustakaan harus mampu memaksimalkan perannya agar koleksinya dinikmati oleh khalayak ramai secara meluas dan merata. Dengan artian, perpustakaan menjadi tempat yang strategis, mudah diakses oleh masyarakat dan nyaman saat menikmati informasi di dalamnya.
Tapi di sisi lain, yang menjadi tantangan, sekarang terjadi ledakan sumber informasi yang mengakibatkan banyak orang sangsi dengan keberadaan perpustakaan, yang sejak awal merupakan tempat rujukan informasi terpercaya yang tidak ada tandingannya. Keberadaan internet mampu menggeser paradigma masyarakat mengenai informasi. Keberadaan internet jugalah yang akhirnya membuat tempat seperti perpustakaan kehilangan ruhnya karena keinginan masyarakat untuk mendapatkan informasi secara instan, mudah, cepat dan tanpa batas dalam mengakses informasi.
Oleh karena itu, perpustakaan masa kini harus mampu membuat gebrakan baru supaya eksistensinya terjaga. Di mata masyarakat awam perpustakaan mungkin tidak begitu dikenal dibandingkan dengan internet. Tapi perpustakaan mulai mengalami perkembangan yang semakin baik. Itu juga berkat kemajuan di bidang teknologi. Dari perpustakaan tradisional yang masih menggunakan kartu katalog dan hanya memiliki koleksi tercetak hingga saat ini muncul perpustakaan modern yang sudah menggunakan Online Public Acces Catalogue (OPAC) dan tidak hanya memiliki koleksi cetak tapi juga memiliki koleksi berupa koleksi digital yang bisa memudahkan pemustaka dalam mencari koleksi. Perpustakaan yang sudah mengaplikasikan teknologi informasi dalam pengelolaannya sebenarnya tidak kalah dengan internet, karena dengan koleksi yang dimiliki dan juga aktual, perpustakaan juga menyediakan sumber informasi yang tidak kalah dengan internet.
Perpustakaan sebagai sarana pencarian, penyimpanan, dan sarana temu kembali informasi pada hakikatnya tidak akan mati selama ia dikelola dengan profesional. Tidak berbeda jauh dengan internet, bahkan menyerupai, perpustakaan dan internet mempunyai fungsi yang sama berkenaan dengan informasi. Internet adalah perpustakaan maya. Internet dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar alternatif bagi kalangan akademisi setelah perpustakaan di lembaga pendidikan. Timbul pertanyaan berikutnya, lalu bagaimanakah pengelolaan perpustakaan yang benar agar eksistensinya tetap terjaga? ketika teknologi bermunculan dan seperti saling melindas dan berkejaran satu dan yang lainnya. Pustakawan dan pengelola perpustakaan sebaiknya menyadari betul fungsi perpustakaan. Berawal dari kegiatan pengadaan, pengolahan, penyebaran informasi dan preservasi. Proses pengadaan berkaitan dengan visi dan misi serta kebijakan yang diambil oleh institusi penaungnya. Misalnya bagi perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi, pengadaan buku atau jurnal tentunya terkait dengan fakultas atau program studi yang diselenggarakan di tempat tersebut. Kegiatan pengadaan yang baik harus terkoordinasi secara baik oleh pihak-pihak yang berkepentingan, karena terkait dengan anggaran dana. Pustakawan harus memiliki kemampuan untuk memilih dan memilah mana koleksi yang nanti akan dibutuhkan oleh pengguna perpustakaannya. Selain itu harus pandai melakukan lobi agar anggaran dana tersebut memadai. Di bagian inilah pustakawan hendaknya mengerahkan tenaga dan pikirannya agar koleksi perpustakaan berkembang, kepuasan pengguna tercapai, dan tujuan institusi teraih.
Perpustakaan sekarang seperti ada pengembangan fungsi dari sumber informasi menuju penerapan long life education atau sumber pembelajaran sepanjang hayat. Jadi, pustakawan seharusnya tidak boleh terpaku pada pekerjaan teknis sehingga tidak gaul di luar dan hanya diagung-agungkan di dalam. Namun di luar tidak percaya diri dan tidak berkontribusi untuk masyarakat. Mungkin salah satu faktor mengapa perpustakaan tidak dikenal masyarakat karena kurangnya kontribusi pustakawan dengan masyarakat secara langsung. Contoh saja dokter, dokter begitu terkenal dan dihargai profesinya, karena mereka langsung berinteraksi kepada masyarakat dan apa yang telah dokter lakukan itu mempunyai dampak besar bagi pasien atau masyarakat sehingga perlakuan itu mengenang dan dianggap oleh masyarakat.
Penyebaran informasi identik dengan pelayanan. Pelayanan perpustakaan merupakan ujung tombak sebuah perpustakaan. Pelayanan yang ramah dan menyenangkan merupakan salah satu kunci terpenting di samping kelengkapan koleksi yang dapat menjadi daya tarik kunjungan ke perpustakaan ditambah lagi koleksi yang bisa diakses secara global oleh pemustakaanya. Di bagian pelayanan inilah sebuah sistem yang dijalankan di perpustakaan dapat dinilai baik atau tidaknya.
Sistem perpustakaan yang baik haruslah memenuhi persyaratan, mudah melakukan temu kembali informasi, yang ditandai dengan ada tidaknya alat penelusuran seperti catalog online. Selain itu, adanya rambu-rambu perpustakaan yang dapat memudahkan pengguna dan petugas, serta petugas yang komunikatif dan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap ilmu dan pengetahuan. Yang terakhir, preservasi (pelestarian bahan pustaka) harus dilakukan dengan berkesinambungan. Pengguna tentu merasa tidak nyaman pada bahan bacaan yang tidak layak dibaca karena banyak halaman hilang karena sobek ataupun karena dimakan usia. Banyak orang yang keliru mengatakan bahwa semuanya ada di internet.
Mengingat semakin majunya zaman, banyak perpustakaan telah bertransformasi menjadi perpustakaan modern atau yang banyak dikenal sebagai perpustakaan elektronik dan perpustakaan digital. Perpustakaan modern tidak lagi dapat dikelola secara konvensional mengingat perkembangan jumlah dan jenis informasi, tuntutan masyarakat, dan teknologi informasi yang demikian pesat melaju. Masyarakat semakin sadar informasi, mempunyai tuntutan yang semakin tinggi atas mutu layanan suatu organisasi. Fungsi perpustakaan pun tidak lagi hanya sebagai gudang buku, melainkan pusat informasi yang dapat menyediakan akses ke sumber-sumber informasi dari seluruh dunia tanpa batas waktu dan tempat. Untuk itu, diperlukan pengelolaan perpustakaan secara kreatif, inovatif dengan penerapan teknologi informasi yang terus berkembang.
Jadi, sebenarnya sumber informasi yang ada di perpustakaan lebih terpercaya. Namun, Internet juga memiliki kelebihannya sendiri dalam menyediakan informasi sebagai pendukung tidak dijadikan sebagai sumber referensi yang utama karena begitu banyaknya informasi dan harus pandai dalam memilih dan memilah informasi yang kita butuhkan. Oleh karena itu, akan lebih bagus lagi jika perpustakaan dan internet dapat dimanfaatkan secara bersamaan dan maksimal. Perpustakaan yang mengelola layanannya dengan internet akan lebih mudah diakses oleh para pemustaka. Sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi yang tepat, cepat, mudah, murah, teraktual dan terpercaya.
(Mahasiswi Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi / 11140044/ IDKS B)

Selasa, 21 Mei 2013

Pameran IDKS 2012


Kali pertama pameran ini dilaksanakan, pada Bulan JUNI 2012. Pameran mata kuliah IDKS (Informasi Dalam Konteks Sosial) yang menggandeng anak-anak jurusan IPI (Ilmu Perpustakaan dan Informasi), jurusan PII (Perpustakaan dan Informasi Islam) dan para dosen terkait mata kuliah di jurusan IPI dan PII berjalan dengan lancar. Acara tersebut sangat meriah dengan hiburan-hiburan dan lomba yang menarik serata Talkshow. Ibu Labibah selaku dosen mata kuliah IDKS, mengungkapkan bahwa beliau sangat senang dengan kekreativan anak-anak didiknya juga dosen pun kagum dengan ide “gila” tapi wow. Salut untuk maknyak Labibah Zain selaku ketua panitia acara tersebut.
Kedua kalinya, pada tahun 2013. InsyaAllah pameran IDKS akan diselenggarakan kembali. Dengan susunan kepanitiaan baru dan tentunya tema baru, yaitu “Kesenian dan Kebudayaan Oral”. Tahun lalu bertemakan “Literasi Informasi”. Di bawah ini, ada video pada saat pameran tersebut. Video ini liputan dari Suka TV.